Rabu, 29 November 2017

PAHLAWAN NASIONAL INSPIRATIF

18
PAHLAWAN NASIONAL INSPIRATIF
BY. BANG RHICKIE J





Drs. Ir. H. SOEKARNO (1901 - 1970)

Drs. Ir. H. Soekarno lahir di Surabaya, 6 Juni 1901, adalah seorang Proklamator kemerdekaan dan Presiden Republik Indonesia pertama yang mengusulkan dasar Negara RI, yakni Pancasila. Hal itu disampaikannya dalam pidato di depan Sidang BPUPKI, 1 Juni 1945. Rumusan Pancasila kemudian diterima sebagai dasar negara dan dicantumkan dalam Pembukaan UUD. Soekarno dikenal sebagai seorang orator yang handal. Ketika berpidato beliau mampu menggetarkan hati para pendengarnya. Selain memiliki jiwa patriotik, Soekarno juga seorang politikus yang cerdas. Beliau menguasai delapan bahasa.

Ir. Soekarno meraih Gelar Doktor Honoris Causa dari berbagai universitas di dalam maupun luar negeri serta metaih penghargaan bintang kelas satu The Order of The Supreme Companions of or Tambo





Drs. MOHAMMAD HATTA (1902 - 1980)

Drs. Mohammad Hatta yang kerap disapa dengan Bung Hatta ini lahir di Bukit Tinggi, 12 Agustus 1902. Ia dikenal sebagai proklamator, aktivis sejak masih berusia muda, organisatoris, dan negarawan. Bung Hatta kerap mendampingi Presiden Soekarno, termasuk dalam merancang Proklamasi kemerdekaan Indonesia. Selama menjabat sebagai wakil presiden, Hatta aktif menulis dan berbagi ilmu mengenai koperasi. Perannya tersebut membuat beliau dijuluki sebagai Bapak Koperasi, serta meraih Gelar Doctor Honoris Causa dari UGM.





SOEHARTO (1921 - 2008)

Jendral TNI H. Muhammad Soeharto adalah presiden kedua Republik Indonesia. Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8 Juni 1921. beliau menjadi prajurit teladan di sekolah Bintara, Gombong, Jawa tengah 1941 dan resmi menjadi TNI tahun 1945. Pada tahun 1949, dia berhasil memimpin pasukannya merebut kembali kota Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda saat itu. Pada saat G30S/PKI meletus, Jenderal Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Jenderal Soeharto menerima SUPERSEMAR dari Presiden Soekarno. Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan ajaran – ajaran Pemimpin Besar Bung Karno.

Soeharto menjabat sebagai Presiden kedua Republik Indonesia dari tahun 1967 sampai 1998, dan tutup usia di tahun 2008. Di dunia internasional, terutama di Dunia Barat, Soeharto sering dirujuk dengan sebutan populer "The Smiling General" (bahasa Indonesia: "Sang Jenderal yang Tersenyum") karena raut mukanya yang selalu tersenyum.





RA. KARTINI (1879 - 1904)

Raden Ajeng Kartini lahir di Jepara, 21 April 1879. Ia merupakan perempuan ningrat yang memiliki pemikiran moderat. Sebagian besar hidupnya dihabiskan untuk memperjuangkan kesetaraan hak kaum wanita. Kartini mendirikan sekolah yang bernama Sekolah Kartini pada 1912 di Semarang. Perjuangan Kartini mengubah paradigma masyarakat Indonesia terhadap gender. Partisipasi perempuan di sektor publik saat ini juga tak lepas dari berbagai pemikiran Kartini dalam surat - surat yang dikirim kepada temannya.

Hingga saat ini, setiap tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini dan namanya dijadikan sebagai nama jalan di Belanda.




JENDRAL AHMAD YANI (1922 - 1965)

Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani lahir di Jenar, Purworejo, Jawa Tengah, 19 Juni 1922 dan meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965 (pada umur 43 tahun) adalah komandan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, dan dibunuh oleh anggota Gerakan 30 September saat mencoba untuk menculik dia dari rumahnya. 

Tubuh Yani, dan orang-orang korban lainnya, diangkat pada tanggal 4 Oktober, dan semua diberi pemakaman kenegaraan pada hari berikutnya. Namanya kemudian diabadikan menjadi bandara internasional di Semarang juga menjadi nama jalan di berbagai kota se-Indonesia.




BUNG TOMO

Bung Tomo lahir di Surabaya, 3 Oktober 1920. Ia merupakan tokoh jurnalis sekaligus pejuang asal Surabaya. Dengan lantang beliau berteriak “Merdeka Atau Mati” dalam mengobarkan semangat juang bagi masyarakat Surabaya. Pertempuran besar pun terjadi di Surabaya. Peristiwa itulah yang kini dikenang sebagai Hari Pahlawan.

Bung Tomo menjadi menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata / Veteran sekaligus Menteri Sosial Ad Interim pada 1955-1956 di era Kabinet Perdana Menteri Burhanuddin Harahap. Kemudian menjadi anggota DPR pada 1956-1959 yang mewakili Partai Rakyat Indonesia, serta menjadi menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia (1964-1966)




KI HAJAR DEWANTARA (1889 - 1959)

Ki Hajar Dewantara atau yang terlahir dengan nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat ini lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa. Perguruan Taman Siswa merupakan sebuah sekolah yang didirikan untuk para penduduk pribumi jelata agar dapat mengenyam pendidikan seperti halnya para priyayi dan orang-orang Belanda. Ajarannya yang dikenal sebagai Tut Wuri Handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarsa sungtulada, berkontribusi besar dalam memberantas buta aksara di Tanah Air. Atas dedikasinya terhadap kemajuan negeri ini, tanggal lahir Ki Hajar Dewantara pada 2 Mei pun diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Ki Hajar Dewantara meraih Gelar Doktor Kehormatan dari UGM,  Ia juga dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional dan setiap hari kelahirannya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.




JENDRAL SOEDIRMAN (1916 - 1950)

Jendral Soedirman lahir di Purbalingga, 24 Januari 1916. Ia diangkat sebagai panglima besar TKR / TNI pada 18 Desember 1948. Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II untuk menduduki Yogyakarta. Soedirman, beserta sekelompok kecil tentara dan dokter pribadinya, melakukan perjalanan ke arah selatan dan memulai perlawanan gerilya selama tujuh bulan. Beliau mengomandoi kegiatan militer di Pulau Jawa, termasuk Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto.




GURU BANGSA TJOKROAMINOTO (1883 - 1934)

Guru Bangsa Hadji Oemar Said Tjokroaminoto (H.O.S Cokroaminoto) adalah tokoh pergerakan nasional, pemimpin organisasi Sarekat Islam (SI) yang terkenal pandai berpidato dan sangat berpengaruh terhadap tokoh-tokoh generasi muda. Lahir di Desa Bakur, Madiun pada tanggal 16 Agustus 1883. 
Aktivitasnya dalam dunia politik dimulai ketika bergabung dalam organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) pada tahun 1912. Atas usulnya, SDI berubah menjadi partai politik yang bernama Sarekat Islam (SI). Di SI, Cokroaminoto menjadi komisaris dan kemudian ketua partai. Sebagai wakil SI dalam Volksraad, bersama Abdul Muis, tanggal 25 November 1918 mengajukan Mosi Cokroaminoto yang menuntut Belanda untuk membentuk parlemen dari dan oleh rakyat.

Cokroaminoto pernah menuntut Sumatera Landsyndicaat supaya mengembalikan tanah rakyat di Gunung Seminung (Sumatera Selatan) dan menyamakan kedudukan dokter Indonesia dengan Belanda. Selain aktif dalam politik, ia banyak menulis di media massa. Buku yang ditulis berjudul Islam dan Sosialisme. Tahun 1920, ia dimasukkan ke penjara dan tujuh tahun kemudian diminta lagi duduk dalam Volksraad namun ditolaknya karena tidak mau bekerja sama lagi dengan Belanda.

Cokroaminoto meninggal di Surabaya pada 17 Desember 1934 dan dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta. Salah satu kata mutiara darinya yang masyhur adalah; Setinggi-tinggi ilmu, semurni - murni tauhid, sepintar - pintar siasat. Ini menggambarkan suasana perjuangan Indonesia pada masanya yang memerlukan tiga kemampuan pada seorang. 




KH. HASYIM ASY'ARI (1875 - 1947)

Kyai Haji Mohammad Hasjim Asy'arie lahir di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, 10 April 1875, adalah salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang merupakan pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia. Di kalangan Nahdliyin dan ulama pesantren ia dijuluki dengan sebutan Hadratus Syeikh yang berarti maha guru.

Pada tahun 1899, sepulangnya dari Mekah, K.H. Hasjim Asy'ari mendirikan Pesantren Tebu Ireng, yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad 20.

Pada tahun 1926, K.H Hasjim Asy'ari menjadi salah satu pemrakarsa berdirinya Nadhlatul Ulama (NU), yang berarti kebangkitan ulama.




PANGERAN DIPONEGORO (1785 - 1855)

Pangeran Diponegoro lahir di Yogyakarta, 11 November 1785, Dia memimpin Perang Diponegoro / Perang Jawa pada tahun 1825 - 1830 melawan pemerintah Hindia - Belanda. Perang tersebut tercatat sebagai perang dengan korban paling besar dalam sejarah Indonesia. Pertempuran terbuka dengan pengerahan pasukan-pasukan infantri, kavaleri dan artileri di kedua belah pihak berlangsung dengan sengit. Front pertempuran terjadi di puluhan kota dan desa di seluruh Jawa. Tercatat ribuan serdadu Belanda tewas. Perang tersebut juga menelan kerugian materi dari pihak Belanda sebesar 20 juta Gulden.




TUANKU IMAM BONJOL (1772 - 1864)

Tuanku Imam Bonjol lahir di Bonjol, Pasaman Sumatera Barat 1772. Perlawanan heroik Imam Bonjol dalam Perang Padri yang berlangsung pada 1803 - 1883 terhadap penjajah Belanda membuatnya menjadi pahlawan nasional. Perlawanan yang dimotori oleh Kaum Padri tersebut berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh Belanda. Dahsyatnya pertempuran ini diabadikan dalam bentuk museum dan Monumen Teuku Imam Bonjol yang berlokasi di Minangkabau, Sumatera Barat.




SULTAN HASANUDIN (1631 - 1670)

Suktan Hasanudin lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Oleh Belanda ia di juluki sebagai Ayam Jantan Dari Timur atau dalam bahasa Belanda disebut de Haav van de Oesten karena keberaniannya melawan penjajah Belanda

Sultan Hasanuddin mulai memerintah Gowa pada saat pemerintahan colonial Belanda mulai menjajah Indonesia dan ingin mengusai rempah - rempah yang terdapat di Indonesia terutama didaerah Gowa, dan pada tahun 1660 mulailah peperangan antara kerajaan Gowa dengan pemerintahan VOC.

Pada tanggal 18 November 1667 Sultan Hasanuddin akhirnya sepakat untuk menandatangani perjanjian paling terkenal yaitu Perjanjian Bongaya, karena desakan Belanda dan Pada tanggal 12 April 1668, Sultan Hasanuddin kembali melakukan serangan terhadap Belanda. Namun karena Belanda sudah kuat maka Benteng Sombaopu yang merupakan pertahanan terakhir Kerajaan Gowa berhasil dikuasai Belanda.

Hingga akhir hidupnya, Sultan Hasanuddin tetap tidak mau bekerjasama dengan Belanda. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari takhta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.





SISINGAMANGARAJA XII (1849 - 1907)

Patuan Besar Ompu Pulo Batu atau yang lebih dikenal dengan Nama Sisingamangaraja XII ini lahir di Tapanuli  pada tahun 1849. Pada tahun 1867 Ia diangkat menjadi raja menggantikan ayahnya.

Pada Februari 1878, Sisingamangaraja mulai melakukan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Belanda. Ini dilakukan untuk mempertahankan daerah kekuasaanya di Tapanuli yang dicaplok belanda.
Pada Mei 1883, pos belanda di Uluan dan Belige diserang oleh pasukan Sisingamangaraja.
Tahun 1884, pos Belanda di tangga batu juga dihancurkan oleh pasukan Sisingamangaraja.

Pada pertempuran tahun 1907 yang berlangsung di daerah Pak-Pak, Sisingamangaraja XII gugur tepatnya pada tanggal 17 juni 1907. Bersama-sama dengan putrinya (Lopian ) dan dua orang putranya (Patuan Nagari dan Patuan Anggi) dan kemudian dimakamkan di Balige.





KAPITEN PATTIMURA (1783 - 1817)

Thomas Matulessy (Kapitan Pattimura) lahir pada 08 Juni 1783. Pattimura merupakan panglima perang dalam perjuangan melawan VOC Belanda di tanah Maluku pada tahun 1817. Di bawah komando seorang Kapitan Pattimura, kerajaan - kerajaan Nusantara seperti Ternate dan Tidore, Bali, Sumatera dan Jawa bersatu menghadapi kolonialisasi Belanda. Pattimura lebih memilih gugur dengan leher tergantung daripada hidup sebagai seorang pengkhianat bangsa.

Namanya dijadikan sebagai nama jalan, stadion dan universitas.





PANGERAN ANTASARI (1809 - 1862)

Pangeran Antasari lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar pada tahun 1809. Pangeran Antasari diangkat menjadi Sultan Banjar pada tanggal 14 Maret 1862 dan mendapat gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin.

Pangeran Antasari dikukuhkan menjadi Pahlawan Nasional Indonesia sebagai penghargaan atas segala perjuangannya dalam memimpin perlawanan rakyat Kesultanan Banjar melawan penjajah Belanda demi mendapatkan kemerdekaan yang paripurna.




TJUT NJAK DHIEN (1848 - 1908)

Tjut Njak Dhien lahir di Aceh ada tahun 1848. Ia memimpin perlawanan terhadap Belanda pada masa Perang Aceh. Setelah suaminya, Ibrahim Lamnga, gugur saat bertempur melawan Belanda, Tjut Njak Dhien sangat marah dan bersumpah hendak menghancurkan Belanda. Beliau kemudian menikah dengan Teuku Umar dan keduanya bertempur bersama-bersama melawan Belanda. Namun, Teuku Umar gugur saat menyerang Meulaboh pada 11 Februari 1899. Tjut Njak Dhien kembali berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya.





TJOET NJAK MEUTIA (1870 - 1910)

Tjoet Nyak Meutia lahir di Keureutoe, Pirak, Aceh Utara, pada tahun 1870. Tjoet Meutia melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama suaminya Teuku Muhammad atau Teuku Tjik Tunong. Namun pada bulan Maret 1905, Tjik Tunong berhasil ditangkap Belanda dan dihukum mati di tepi pantai Lhokseumawe. Sebelum meninggal, Teuku Tjik Tunong berpesan kepada sahabatnya Pang Nagroe agar mau menikahi istrinya dan merawat anaknya Teuku Raja Sabi.

Tjoet Meutia kemudian menikah dengan Pang Nagroe sesuai wasiat suaminya dan bergabung dengan pasukan lainnya dibawah pimpinan Teuku Muda Gantoe. Pada suatu pertempuran dengan Korps Marechausée di Paya Cicem, Tjoet Meutia dan para wanita melarikan diri ke dalam hutan. Pang Nagroe sendiri terus melakukan perlawanan hingga akhirnya tewas pada tanggal 26 September 1910 dan pada tanggal 24 Oktober 1910, Tjoet Meutia bersama pasukkannya bentrok dengan Marechausee di Alue Kurieng. Dalam pertempuran itu Tjoet Njak Meutia gugur.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar